Cara Kami Bermain


Setelah kelahiran anak pertama yang diniatkan sejak tahun kedua pernikahan, singkat cerita, anakku sudah dua sekarang. Jujur saja, standarku untuk anak tidak muluk-muluk. Pernah dengar gurauan orang bule yang bunyinya begini?

In the end of the day, there may be someone who asks you, “What’s your achievement today as a parent (or a mom)?
Mom: “I have made my son alive for another day”

Persis seperti itulah hari-hari yang aku jalani dengan anak sampai sejauh ini.

Dalam hal bermain, aku tidak berharap tinggi-tinggi agar mereka belajar ini dan itu dalam permainannya. Yang penting mereka senang dan tenang. Definisi tenang adalah enggak berantem atau ketika mereka lagi sendiri, berarti tidak mengganggu mamanya. Proses belajar itu otomatis akan mereka dapatkan asalkan mainan yang kita kasih sudah benar. Misalnya nih, kalau enggak mau anak kita bengong nonton video klip lagu-lagu atau film kartun karena kita tidak bisa hadir mendampingi, ya jangan dikasih TV atau gadget. Anakku masih nonton Youtube bersama sebagai reward setelah mengaji di malam hari. Itu pun pakai timer.

Karena kesibukan sehari-hari akan urusan domestik dan komunitas yang tiada habisnya, aku juga jarang menemani anak-anak bermain hingga berjam-jam, tapi aku pastikan jadwal breath in anak kedua (belum sekolah) di pagi hari bisa terpenuhi. Kalau itu cukup, aku bisa buka gawai tanpa ada yang cemburu atau gangguin.

Ketika semua aturan bermain sudah terdefinisi, kurasakan bahwa drama bisa diminimalisir bahkan dihindarkan.

Oh ya, aku juga tidak pernah punya target terkait permainan yang akan dicoba. Simply not my interest. Kalau lihat seorang mama yang sangat telaten membuat beragam prakarya untuk anaknya seperti mothercloud, maka aku kebalikannya. Art and craft hanya dibuat saat ada kebutuhan, misalnya dikasih tugas guru TPA atau liburan panjang dan sudah enggak tahu mau ngapain lagi. Hahaha.

Salah satu mainan DIY kami: Vending machine (lihat vlog)
Kakbah dari kardus kulkas (lihat vlog)

Sebenarnya ada kepuasan tersendiri ketika aku berhasil membuat mainan DIY karena di situ kreativitasku terpakai, tapi entah kenapa, sepanjang sejarang membuat mahakarya dari barang-barang bekas, umur mainan itu tidak akan bertahan lama. Begitu pun semua karya Musa yang dibawanya pulang dari sekolah, pasti tidak pernah utuh elemennya. Ada saja yang lepas. Ujung-ujungnya jadi sampah. Karena aku malas menghadapi kekecewaan semacam itu, lebih baik jarang-jarang bikinnya (alasan aja, padahal malas … wkwk). Daripada senewen kan. Kata orang Jawa: ono rego ono rupa (ada harga ada kualitas). Mobil-mobilan betulan dari besi sudah pasti lebih awet dari mobil kardus. 😛

Anak-anakku adalah tipe yang suka bergerak, tapi juga sangat menikmati mainan-mainannya. Banyak yang berkomentar ‘iri’ ketika mereka bisa asyik main sendiri di baby gym sejak umur masih hitungan hari atau duduk sambil menggoyangkan rattle di baby swing selama aku memasak. Hasilnya, aku tidak tahu cara berempati dengan ibu yang anaknya tidak mau lepas dari gendongan atau jauh-jauh dari pandangan ibunya. Kan enggak mungkin akubilang, “Anak gue enggak gitu, kok.”. Biasanya aku hanya sarankan agar dibiasakan bermain mandiri. Nangis sedikit tidak masalah.

Aku rasakan bahwa pembawaan mereka yang bisa killing time dengan mainan atau buku di sekitarnya di masa bayi sangat membantu ketika mereka tumbuh besar. Saking senangnya bermain, aku sampai pusing bagaimana merapikan seluruh mainan di rumah yang sudah dikurangi secara teratur dan dirotasi berkala.

Musa (anak pertamaku) yang usia beberapa hari aja udah enjoy ditaruh di karpet bayi
Noah (anak keduaku) bayi dan mainannya

Nah, untuk memfasilitasi karakteristik kedua anak lanangku yang “suka bergerak”, tentu saja aku lebih suka membawa mereka ke luar. Mereka berlarian di rumah dan mengeluarkan bunyi dak duk dak duk aja pusing kepalaku. Being outside is much better. Tempatnya enggak harus alam lah. Aku tidak seniat mominzurich yang rajin hiking walaupun dulu banyak yang bilang aku hobi ngebolang. Dengan dua anak, bhayyy ….

Sekali lagi, I just want to make them alive for another day, along with my sanity. Semoga sedikit mencerahkan. Selamat bermain!

Bawa anak dua tahun ke kebun jeruk di atas gunung biar dia bebas berlarian :))
Dengan dua anak, hiking harus ajak asisten (baca: suami). LOL

2 thoughts on “Cara Kami Bermain

  1. sheetavia says:

    Aku egaaaa….ini dua anak lanangku demanding banget sama akuuu, mau pipis aja susahnya setengah hiduppp (bukan setengah mati, hahaha). Itu emang bener-bener bikin stressful, yaaa…mungkin emg tipe anaknya begitu atau mungkin aku-nya yg agak memanjakan, gak tau lah…lieur….

    Like

    • creativega says:

      Ahaha… semoga masih diingetin terus buat bersyukur ya, Teh. Katanya anak-anak cowok tuh emang nempelnya sama ibunya. Nah, di kasusku, krn emaknya lebih galak dan kharismatik daripada babenya, jadi anak-anak justru segannya sama aku. Kalau sama bapaknya? Beuh.. ambyar semua pertahanan mereka. Minta jajan lah, minuman manis lah, nonton lah, games lah, pergi lah… apa pun yg tadinya enggak dibolehin sama aku :)) Bisa jadi memang dirimu ibu peri bagi mereka, teh… membuat mereka nyaman berada di zona aman dan begitu deh jadinya 😀

      Like

Leave a comment