Setara Separuh Agama


Alhamdulillah, tahun ini EA5512 menginjak tahun kesepuluh. Nama yang kami sematkan untuk menyebut pertalian dua insan tersebut mungkin terdengar tidak lazim, ya? Terdengar freak, tidak eye catching, dan sulit untuk disebutkan. Namun, tujuan dari dinisbahkannya nama itu ketimbang menggunakan brand “Romas” (nama keluarga dari pihak suami) terbukti berhasil, yaitu kami tidak pernah lupa tanggal pernikahan! Kejadian seperti hari ini, yakni ketika tetangga yang belum setahun menikah saling mengonfirmasi tanggal pernikahan mereka, insyaallah tidak akan terjadi pada kami. 😛

Sepuluh tahun!

Selain itu, tagar #ea5512 seolah menjadi kode yang tidak boleh berubah sampai kapan pun. Kami ingin “EA” menjadi satu kesatuan yang tak bisa diganti huruf dan angka lain. Sebuah usaha pertahanan yang berat, bukan? Siapa pun mungkin bisa menjadi bagian dari “Romas”, tetapi EA5512 adalah sebuah rangkaian abadi. Cie … Meskipun demikian, belakangan banyak teman yang memanggil kami “Romas Family”.

Oke, jadi bagaimana kesanku tinggal satu atap dengan si A selama sepuluh tahun?

Dulu, aku kurang paham apa maksudnya menikah menyempurnakan separuh agama. Katanya karena menurut ulama, dalam hadis disebutkan bahwa dua hal yang paling banyak memasukkan ke neraka adalah kemaluan dan mulut. Pendapat lain mengatakan kemaluan dan perut. Yah, pokoknya kemaluan selalu satu di antaranya. Jadi, dengan menikah, seseorang dianggap sudah berjuang untuk menyelamatkan kemaluannya di masa depan.

Bagiku, kehidupan setelah akad adalah perjuangan menyempurnakan separuh agama berikutnya dari sisi mulut. Kemarin, baru saja ada teman yang berkomentar saat kami sedang bertemu darat dalam sebuah pesta.

“Katanya kalau sama-sama vokal, gampang berantem. Gimana tuh Mbak Ega dan Mas Aisar? Kayaknya dua-duanya aktif.”

Wah, cerdas sekali dia membuat kesimpulan. Pernyataan dialah cerminan hari-hari kami selama satu dekade! Punya pasangan yang setara dalam hal kekuatan karakter sesungguhnya adalah tantangan kami sejak awal pernikahan. Aku dan Aisar sama-sama dominan di keluarga. Kita semua tahu bahwa kesetaraan gender adalah hal yang baik untuk diperjuangkan, tetapi dalam Islam, batasan sejauh mana wanita bisa melangkahi pria tuh ada aturannya. Ketaatan istri kepada suami diatur dalam Al-Qur’an dan hadis.

Suami memiliki hal memelihara, melindungi, dan menangani urusan istri, karena sifat-sifat pemberian Allah yang memungkinkan mereka melakukan hal-hal yang ia lakukan itu, dan kerja keras yang ia lakukan untuk membiayai keluarga. Oleh karena itu, disebut sebagai istri yang salihah adalah istri yang taat kepada Allah dan suami, dan menjaga segala sesuatu yang tidak diketahui langsung oleh suami. Karena memang Allah telah memerintahkan dan menunjukkan istri untuk melakukan hal itu … (Penggalan Tafsir Al-Misbah Quraish Shihab untuk surah An-Nisa’ ayat 4 yang berisi tentang kewajiban menaati Allah dan suami)

Dalam rumus simpel, asalkan baik, sebenarnya apa saja pendapat suami tinggal kuturuti. Misalnya dalam keputusan-keputusan untuk keberlangsungan rumah tangga. Toh, jika keputusan itu terkait denganku, suami selalu melibatkanku. Hanya saja, aku ini keras kepalanya tiada tara. Sejak orok, aku sudah biasa percaya diri berpendapat dan merasa banyak benarnya, sehingga ingin merasa lebih didengar. Itulah yang kemudian kerap memicu kehebohan di antara kami.

Ibuku sudah banyak mengingatkanku tentang hal itu, tetapi tampaknya mengalah adalah hal yang tidak mudah bagiku. Maka, harapanku di momentum satu dekade kemesraan ini adalah banyak bernyanyi Iet it go … let it go … alias menurunkan egoku jauh lebih baik ke depannya. Itulah sebabnya di caption Instagram-ku kala momentum peringatan sepuluh tahun EA5512 ini aku menulis “Thanks God for keeping us under the same roof until now despite ego and (literally) earthquakes” karena egoismeku nyatanya belum berhasil aku kesampingkan untuk hal-hal yang sebenarnya bisa direlakan.

Pantaslah jika Allah mengapresiasi hamba-Nya melalui ibadah menikah dengan ukuran separuh agama. Menyatukan dua kepala dalam satu rumah itu sendiri saja jihadnya luar biasa, apalagi jika dari keduanya bisa bersinergi demi dampak positif bagi jagad raya.





2 thoughts on “Setara Separuh Agama

Leave a comment