Sejak dulu saya tidak pernah percaya ada cinta yang tak harus memiliki. Buat saya, cinta itu ibarat sungai, semakin dalam, maka semakin deras alirannya. Begitu juga dengan cinta, semakin hari semakin ingin bertemu, semakin dalam semakin derasnya terasa cinta itu hingga tak kuasa hati ini membendungnya. Maka tak ada jalan lain selain memilikinya, mencurahkan semua cinta itu padanya, sang tambatan hati.
Dialah Ega Dioni Putri, cewek yang cuek tapi manja, keras kepala tapi cukup peka, ceroboh tapi detil dan teliti. Dibilang cantik.. relatif sih, dibilang pinter dan soleh juga relatif. Walaupun plusminus-nya begitu rumit dan sulit dihitung, toh tidak butuh waktu lama sejak pertama kali saya ungkapkan rasa suka padanya, hingga saya meyakini, bismillah dialah partner hidup yang terbaik untuk saya dunia akhirat.
Namun jalan menuju pernikahan kami kebetulan kurang mulus. Ditentang habis-habisan oleh Ibu yang menganggap saya belum cukup umur, membuat saya sempat terjepit di antara dua kewajiban: berbakti…
View original post 243 more words
One thought on “Atarimae – An After Married Reflection (Husband Side)”