The moment Musa turned one year old was the beginning I got amazed and more amazed with a magical transformation from a just-baby into a real-human-being. Call it new parent syndrome or so, but it’s been one and a half year since then even I tear in joy more often when finding his new skill. Thus, here I’m trying to recall some memories of our blessed life with Musa the last year that I won’t forget when he’s growing up and hitting the next trillion milestones.
Remember something (long-term memories begin)
I always thought that long-term memories built since age 3, but after realizing the first time Musa was able to remember what I promised him, I read more reference and yes, indeed there’s a kind of semi long term memory on young kids (the ages vary) which is developed along with the language development. It’s staying for weeks or months, but no longer existing in their brain in years.
Dulu saya tahunya anak baru bisa menyimpan memori jangka panjang sejak usia tiga tahun sehingga sebagai konsekuensinya banyak ahli untuk mulai mengenalkan etika berpakaian, batasan aurat, dsb. termasuk tidak mempertontonkan bagian privat kita di depan anak mulai umur segitu. Begitu pun hikmah dari berhenti menyusui di usia dua tahun selain karena alasan kesehatan, anjuran agama, dsb. katanya biar nggak kebawa sampai gede memori nenen-nya :)) Ternyata oh ternyata, begitu saya menyadari Musa bisa ingat janji-janji mamanya untuk pergi ke mana setelah ini, mau beli apa di supermarket, kapan akan dikasih makanan, dsb. saya jadi belajar lagi dan setelah baca-baca emang sih udah bisa ngerekam.. meskipun itu cuma periodik aja. Ugh, jadi musti lebih hati-hati deh sekarang kalo ngomong 😀
Mulai umur 20 bulanan juga udah hafal tentang rutinitas dan tempat-tempat yang dia kunjungi. Contohnya antara lain:
- Bisa pergi ke kasir sendiri di toko-toko yang sering kami datangi, bahkan di toko baru pun kalo saya bilang “Let’s pay first”, dia pasti udah refleks cari kasir. Ini juga yang pernah bikin dia menghilang ketika kami belanja sampai dibawa polisi.
- Bisa tahu ke mana arah rumahnya ketika melewati jalan-jalan yang familiar
- Bisa milih bumbu mana yang diperlukan untuk telur dadarnya, dipilihnya garam dan black pepper ketimbang gula (beda wadah jadinya Musa hafal)
- Bisa nyebutin di library atau jidokan itu bisa ngapain aja
- Bisa masukin kode pengaman di HP atau komputer
- Bisa cerita sepotong demi sepotong apa yang terjadi hari itu atau siapa yang ditemui di suatu tempat
Associating time with the routine
He’s ongoing to understand time and getting to know what routine he should do at the particular times. Sometimes he can say what time now is, sometimes he’s confused, especially when the clock has no complete number or the short needle stop between two numbers (lol).
Musa menunjukkan ketertarikan pada jam sejak mengenal angka dan tahu gimana cara nyalain alarm jam Totoro punya Mama (kenang-kenangan dari teman-teman pengajian Yokohama waktu pindah dari Jepang dulu :D). Baru-baru ini dia selalu noticed kalo ada jam yang beep-beep, terus bilang ke Mama, “Shalat.. shalat..”. Haha.. padahal saya ngajarinnya waktu-waktu shalat itu berdasarkan siang malam aja karena dia udah bisa bedain warna langit. Dia suka komentar “Dark outside.. cold!” kalo lagi keluar ke balkon bantuin Mama jemur baju.
Dressing on his own
He will get upset if I dress him or help him to dress up, except he asks me to do so. It applies for other things such as brushing teeth, cleaning up his toys, working on his book (ex: when I give him an example how to coloring), putting on shoes, etc. The video below shows one of his early moments in dressing himself *pardon for the messy room*
“Muuu.. saaa..” atau “Musa! Musa!”, itu yang diucapkan Musa tiap kali ingin melakukan sesuatunya sendiri. Dua bulan lebih berlalu sejak video di atas, sekarang saya udah bisa ninggal si bocah dandan sambil ganti baju, pakai jilbab, atau packing bawaan kalo mau keluar rumah (yes!). Milih baju pun udah sendiri, makanya saya sampai pindahin formasi kabinet biar baju-bajunya terjangkau tanpa harus manjat kursi. Makin hari makin banyak yang pengennya dia kerjain sendiri. Lumayan lah ngurangin kerjaan, tapi sebagai emak perfeksionis, saya terpaksa menurunkan standar demi menerima hasil kerjanya 😛 Kalo udah mentok, baru minta tolong, tapi belum sampai selesai ditolong juga biasanya minta make sendiri lagi.
Pernah suatu hari saya kecolongan nggak merhatiin apa yang Musa pakai. Ketika di jalan saya baru nyadar dia pakai sepatu boot yang agak kelonggaran, padahal lagi nggak hujan. Kaos kaki nggak dipakai, padahal lagi dingin, dan sepatu itu masih lepas-lepas kalo dipakai tanpa kaos kaki… alhasil saya kelabakan cari kaos kaki anak yang tidak mudah ditemukan kecuali di toko khusus bayi dan anak. Cerita lanjutannya bisa dibaca di sini.
Knowing alphabet and numbers
I know it’s not recommended to teach preschoolers reading and counting, but my son started memorizing alphabet and numbers when he hit 19 months. I think it’s something can’t be helped nowadays with abundant of toys, books, and videos telling the young kid about it. Not only ABC’s and 123’s, but also colors and shapes. Shapes were the latest thing Musa could master by today. He’s now even memorized Arabic alphabet, which is a norm for Muslims.
Beri Musa satu kalimat teks dan suruh dia mengeja hurufnya satu per satu, insyaaAllah akan disebutkannya semua huruf dengan cepat dan tepat. Huruf latin ya, kalo hiragana belum tahu sama sekali lah. Wkwk.. masih ingat pas awal-awal Musa tahu huruf, kami pun terkesima. Nggak pernah diajarin kaya ngajarin anak baca iqra’ sih sebenarnya, tapi apa mau dikata sejak bayi juga dia udah bergumul dengan beberapa mainan terkait alfabet, contohnya kereta alfabet ini. Kalo bilangan, baru bisa nyebutin sampai 14 (fourteen) aja.
Konsekuensi dari hafalnya huruf dan angka ini, Musa udah bisa disuruh buka hape yang lagi ke-locked atau ngetik “Y” di kolom alamat browser, yang berujung pada munculnya suggestion “youtube.com” (doh!)
Telling information
By this age, he’s reliable enough to be asked for simple questions such as “Where did you get this book?” (if he messes up in the library and pick books randomly — it happened many times!), “How does it taste?” (and he usually tells the truth — ‘sour’ really means the orange is sour as he said), “What do you want to eat?” (then I have to cook it otherwise he’ll keep asking ) or “Whose son are you?” (in Bahasa Indonesia.. haha). However, he’s still struggling to answer “WHY” question.
Kalo sebelumnya kami sebagai orang tua harus serba tahu apa pun, sekarang si anak-dua-tahun mampu membantu kami untuk tahu. Misalnya nih ada barang yang lagi hilang, terus saya tanya dia “Di mana yaa?” atau “Lihat nggak?” biasanya ditambah “Duh, Mama lupa nih” 😀 kini sudah bisa berharap petunjuk dari Musa dan kadang kala benar juga informasi darinya. Kunci salah naruh di rumah, buku nyelip di tempat yang tidak seharusnya, mainan jatuh ke bawah sofa.. pernah ditemukan dari informasi Musa. Kondisi lain misalnya ketika sedang pergi bersama, saya bonceng dia naik sepeda, lalu topinya jatuh, dia pasti akan kasih tahu “Mama.. Mama.. hat!”. Sebelumnya ketika dia lebih muda mah cuek aja beginian, atau memang dia tahu cuma belum bisa ngasih tahu. Alhamdulillah, semoga makin berkurang yaa barang hilang :))
Mama dan Papa masih berusaha mengajari Musa beberapa informasi penting seperti identitas diri, apalagi dia pernah menghilang waktu dibawa belanja sampai dibawa polisi.
Singing AND SAYING PRAYERS
ABC’s, his very first song, has been sung around 19 months. From a lot of missing pieces in the middle of singing until now he can perfectly mention all lyrics, the song is still his favorite. One day he surprised me by singing the song which were rarely played: “Rain rain go away” in spontaneous way when looking at the rain (watch here). Other than song, Musa can also say some Muslim expressions (we call it thayyibah phrases) and prayers.
Ketika teman-teman sebaya Musa yang saya perhatikan bisa melafalkan lirik dengan bagus tetapi nadanya tak beraturan, menyanyi ala Musa justru sebaliknya. Karena ngomongnya juga masih belum sempurna lafalnya dan sepotong-potong, maka nyanyi pun nggak jelas liriknya, tapi dari segi nada, dia tampaknya mewarisi bakat mamanya. Boleh diadu lah sama Papanya yang kalo nyanyi fals
Dengan bisanya Musa menyanyi beberapa lagu (ABC’s, Rain Rain Go Away, Alif Ba Ta, Ookina Kuri no Ki no Shita de, Ito Maki-maki, Panda Usagi Koala, Gu Choki Pa De — iya, malah belum ada lagu Indonesia ) , saya tambah yakin kalo anak kecil emang cepet banget ngapalin sesuatu. Makanya nggak heran kalo para hafiz cilik itu banyak menghafalnya justru di saat usia balita. Lagu-lagu yang dikuasai Musa bukan kami yang mengajarkan, tapi dia hafal-hafal sendiri dari video dan buku lagu anak Jepang pemberian teman. Sound book di Jepang banyak banget, nggak cuma berisi lagu, tapi juga simulasi-simulasi mesin, kendaraan, instrumen musik, kosakata bahasa asing, dll. Saya bayangin kalo ada buku-buku macam gini untuk Qur’an, ada ilustrasi terkait makna surat dan teks Arab di bukunya, terus pengguna bisa mencet-mencet tombol sesuai surat yang diinginkan. Semacam hafiz doll, cuma lebih ekonomis dan ringkas tentunya.
Selain bisa nyanyi, Musa juga bisa baca dua doa: doa sebelum tidur dan doa untuk kedua orang tua. Sejauh ini Musa belum bisa melantukan surat pendek secara penuh, cuma pangkal dan ujungnya surat An-Naas aja. Tiap diajarin surat selain itu pun, dia suka protes minta surat An-Naas lagi dan lagi. Wkwk. Belakangan dia baru tertarik sama surat Al-Humazah karena akhiran ayat-ayatnya bersajak selain masih berjuang ngikutin baca surat Al-Fatihah. Hihi.
Sensitive to feelings
One of the big change as Musa entered his second year of toddler life fell into his emotion aspect. He becomes more expression with his own feelings: getting upset when he’s failed, looking frightened when I get mad because of his action, feeling happy and saying “Woohoo.. Yayyy!”, etc. and also develops empathy to others’ feeling, ex: showing sad face when I’m sick or suffering pain.
Ini nggak tahu turunan emaknya atau emang masanya anak bisa kecewa, marah, menyesal dengan kegagalan dalam hidup (tsahhh…). Misalnya ketika dia sedang membangun “gedung” dengan legonya lalu karyanya itu ambruk, keluarlah “aahhh” sambil gemesss gitu atau kadang sampai nangis. Ini juga terjadi kalo dia gagal buka sesuatu, gagal melakukan sesuatu sendiri (keduluan orang lain.. wkwk), dsb.
Musa juga mulai suka drama kalo diomelin mamanya atau sekedar ditegur ngerjain sesuatu yang nggak boleh. Huaaa huaaa.. nangis lebay, padahal abis itu ketawa-ketiwi. Kadang pakai bumbu gosel-gosel di lantai. Biasalah ala-ala terrible two.. tapi ya, saya sampai sekarang selalu ngerasa makin hari makin banyak hal yang menyenangkan dari anak-dua-tahun-ini dibandingkan sesi-sesi meltdown-nya. Dibandingkan masa bayinya yang walaupun lucu unyu-unyu akan tetapi ketrampilannya terbatas, lebih seru sekarang ketika dia bisa berkomunikasi dan proaktif mencari kegiatan sendiri lalu tiba-tiba mengejutkan kami dengan keahlian barunya. Alhamdulillah Musa bawaannya easy going, jarang nangis atau bete, kecuali kalo pas ngantuk berat, jadi gampang diajak kerjasama. Sensitive to feelings di sini maksudnya lebih ke dia udah bisa baca perasaan orang, jadi orang-orang dewasa di sekitarnya harus hati-hati kalo lagi marah, sedih, dan ngeluarin emosi negatif lainnya karena dia sudah mengerti apa maknanya mata melotot, nada tinggi, kerutan di dahi, keluhan, dsb. *jleb jleb*
FAST-GROWING WORDS
His language development took much progress this year. By age 1 he could only say three meaningful words and lasted until he hit 18 months, from 18 months to 19 months proceeded into 1-2 words per week, and probably doubled hundred times since then. He can name almost all items in our daily life, quickly absorb the new words, copy my sentences, and build imperfect sentences by combining up to 5 words without auxiliaries
Udah bisa ngomong belum?
Musa nggak bingung tuh bahasanya campur-campur?
Musa ngomongnya bahasa apa?
Ngomongin soal kemampuan berbicara, tiga pertanyaan di atas jadi most frequently questions sepanjang masa lah buat kami. Hehehe. Buat yang suka ngikutin Instagram stories saya mungkin bisa menilai sendiri ya sejauh mana Musa ngomong dari melihat interaksi Musa dan Papa Mamanya. Sebagai anak multilingual, kasus Musa ini emang agak unik. Alih-alih bahasa ibu (bahasa Indonesia), dia justru tumbuh dengan bahasa yang asing bagi orang tuanya (bahasa Inggris), tapi tinggal di lingkungan yang menggunakan bahasa lain (bahasa Jepang) dan juga terkadang mendengar bahasa Arab atau Jawa.
Jawaban pertanyaan pertama ini bisa bervariasi tergantung standar si penanya. Buat saya, Musa udah cerewet abis. Semua hal dia komentarin, dengan bahasa dia tentunya, yang kadang cuma saya yang ngerti. Haha. Hanya saja, dia belum mampu membentuk satu kalimat lengkap seperti layaknya kita ngomong. Contoh, dia ketika saat ini Papanya lagi dinas di luar negeri, dia bilangnya, “Papa far away airplane many” – Nah lho, apa coba artinya? Itu hasil pemrosesan otak dia ketika mendapat informasi dari saya bahwa Papa is far away, he rode the airplane to Germany . Sehari-harinya dia ngomong begitu saat ini. Patah-patah, nggak ada kata sambung, tapi dia sebutin kata-kata yang berasosiasi dengan maksud dia. Saya santai aja sepanjang dia bisa merespon percakapan dan mengungkapkan keinginannya.
Pertama tentu kami ingin menjelaskan bahwa kondisi saat ini, di mana kami mayoritas berbicara dalam bahasa Inggris dengan Musa, tidak direncanakan sama sekali. Semua mengalir begitu saja dan melihat perkembangan bahasa Musa yang sesuai rambu-rambu, kayanya nggak kepikiran mau ngubah yang udah jalan kedepannya. Sebelum Musa lahir, kami bersepakat bahwa Papa akan konsisten menggunakan bahasa Inggris karena (ehem) Aisar merasa skill-nya lebih bagus daripada saya, dan Mama akan konsisten menggunakan bahasa Indonesia. Teori yang kami pahami, untuk membesarkan anak bilingual, paling tidak tiap bahasa harus digunakan minimal 40% oleh penutur.
Kenyataannya, sejak Musa lahir hingga masa di mana Musa mulai mengucapkan 1-2 patah kata, sayalah yang lebih banyak bersama Musa, membawanya ke mana-mana, termasuk untuk bersosialisasi dengan lingkungan yang saat itu di Michigan (US) di mana bahasa utamanya adalah bahasa Inggris. Kalo dilihat dari video-video Musa newborn, saya full pake bahasa Indonesia ngobrol sama dia. Lama-kelamaan, Musa mulai main mainan bersuara, mulai dengerin story books, mulai sering play dates sama bayi-bayi lain, mulai sapa-sapaan dengan orang di luar, dan saya mulai nyesuaiin istilah-istilah keseharian dengan yang sering didengarnya dari media itu semua. Awalnya cuma kata benda, kalimat pengantarnya tetap bahasa Indonesia, terus nambah jadi kata kerja.. eh lama-lama keterusan dan malah nyaman pakai bahasa itu karena nggak perlu switching antara di dalam dan di luar rumah. Faktanya, saya BANYAK MAIN selama tinggal di Michigan dulu, jadi Musa lumayan sering ikutan gaul sama emaknya dan di dunia maya pun saya aktifnya pakai English, jadi refleks yang keluar itu 😀
Ketika mudik ke Indonesia pertama kali (usia 7 bulan), malah mbah kakung-nya ikutan ngomong pakai bahasa Inggris. Wkwk.. begitulah akhirnya karena kebiasaan, saya dan Aisar jadi ngomong bahasa Inggris dua-duanya sampai pindah ke Jepang ini. Pernah sih kadang kepikiran, andai dulu bahasa Indonesia dipertahankan jadi bahasa utama, mungkin Musa udah bisa cas-cis-cus ngomongnya karena kami pun kan pasti lebih mudah mengungkapkan kata-kata dengan bahasa tanah air, tapi lihat-lihat anak sebaya dia juga lain-lain sih, jadi nggak jaminan juga. Saya nggak nyangka juga kalo begitu sulitnya mengubah ketika sudah terbentuk kebiasaan. Misalnya sekarang kalo saya tiba-tiba cerita sesuatu dalam bahasa Indonesia, ada beberapa istilah yang Musa tidak kenali sehingga dia tidak merespon dan baru setelah dijelaskan dia bisa komentar. Huaaa.. jadi, jangan kira pakai bahasa Inggris itu gaya-gayaan atau gimana ya. Semoga kalo Musa udah lancar ngomongnya, udah bisa bikin kalimat secara lengkap, saya bisa ajak ngomong yang agak dalem pakai bahasa Indonesia ke dia. Aamiin.
Kadang saya dibikin terkejut dengan ucapan dia yang tidak pernah sengaja kami ajarkan seperti misalnya kata-kata dalam bahasa Jepang, istilah yang saya sebutkan sekedar angin lalu ketika bermain, atau bagian dari nasihat sehari-hari. Di situlah saya kini mengerti kenapa banyak anak yang bisa cas-cis-cus ngomong bahasa asing akibat pengaruh sekolahnya sementara orang tuanya menggunakan bahasa lain di rumah.
Oke, jadi untuk pertanyaan kedua kira-kira terjawab ya?
Dari dalam dirinya saya nggak tahu Musa bingung apa nggak karena saya cuma bisa lihat output-nya: dia ngomongnya pakai bahasa campur-campur. Detik ini ngomong, “Eat something” (minta makan sesuatu), terus sejurus kemudian ngomong “Iya… kaki orens” (yes, mau makan kaki yang warnanya orange) sebagai jawaban dari Mama nawarin dia makan buah kaki (persimmon alias kesemeknya Jepang). Ini sekaligus menjawab pertanyaan ketiga ya. Perjuangan masih panjang, belum lagi kalo jadi dipindah sementara ke negara lain (yang mana negara itu menggunakan bahasa lokal mereka). Pusing pala mamak
GETTING FAMILIAR WITH THE ART and CRAFT TOOLS
Finally the time to have fun with those kids indoor activities has come! I didn’t know before that I can hand scissors, pencils, glue, markers, and activity books to two-years-old. I love seeing other moms or dads be creative to make DIY toys, do science experiments, create new plays, etc. yet not practical enough to catch their amazing works. What we have did were just grains compared to the accounts I follow, but at least I’m relieved Musa has interest to do the tasks.
Di usia dua tahun ini, Musa udah bisa corat-coret pakai alat tulis dan menggambar bentuk sederhana. Kadang ketika Mama rajin, dia juga terlibat bikin prakarya sesederhana nempel-nempelin kertas warna atau gunting-gunting kertas sesuai garis.
Well, I have spent much time to write this review down and Musa demands my normal attention again * blogger mama dilemma * We’ve get ready for our next adventures outside home and we won’t stop moving to learn, dig new lessons, gain more experience, and create memories 🙂
HAPPY 30 MONTHS, MUSA!
Keep fearless and curious,
Mama on Wednesday, November 8, 2017 at 11:06 PM Eastern Time (ET)
aku juga udah kepikiran dari sekarang kak perihal bahasa. apalagi disini bahasa nativenya bukan English, tapi Portugis yg aku dan suami pun masih level pemula banget. kudu kebut belajar bahasanya sebelum si anak mulai cas cis cus kayak native Portuguese.
LikeLiked by 1 person
wah, lebih berat lagi tantangannya ya, Bhel.. tapi keren lho kalo mampu menguasai bahasa yang jarang orang bisa gitu. rencana lamakah di sana? kami aslinya niat nggak ngajarin bahasa Jepang karena dirasa dia belum tentu perlu kedepannya dan toh katanya yg pengalaman sih biar belajar dari sekolah aja ntar kalo udah masuk, ternyata mau tak mau juga harus ngenalin dikit-dikit sekarang biar dia bisa lebih enjoy saat ikutan atau nonton program2 buat anak, plus udah pernah ilang jadi dijarin informasi basic dalam nihongo mana tau dibutuhkan nanti 😀
LikeLiked by 1 person