Raising Human’s Baby is A Survival


#ea5512

Suatu hal yang menyesakkan bagi seorang stay-at-home-mom-without-nanny ketika malam tiba tetapi kerjaan rumah belum beres: rumah berantakan, dinner belum siap, anak masih kotor, cucian piring numpuk, laundry numpuk belum dilipetin, diri sendiri kucel nggak karuan, dsb. Apalagi kalo ada insiden air kotor dari pipa di dapur bocor dan harus kerja bakti ngepelin, misalnya. Saat-saat kaya gitu rasanya pengen banget kabur ke cafe dan rileks nikmatin secangkir kopi hangat plus roti enak.. yang sudah pasti tak pernah dan tak akan terjadi (mau dikemanain anak gue?). That’s what happened to me today (and actually any other days). Tahu nggak apa yang terjadi kalo ada orang nggak paham situasi nyenggol dikit? Bac.. enggak sih nggak sampe ditambahi “ok”. Alhamdulillah, masih waras, lalu setelah bayi tidur, setidaknya bisa santai sejenak baca buku.. dan diingatkan seperti ini. Bukunya memang tentang bagaimana mengasuh anak di usia keemasan 0-5 tahun agar tumbuh jadi manusia pintar dan sehat. Begini katanya:
—–
Ada sebuah pertanyaan yang mengganggu banyak evolutionary scientists (sebut saja “ilmuwan peneliti evolusi makhluk hidup” >> yang melajarin gimana ‘kera’ bisa jadi manusia): Kok bisa sih ngabisin waktu segitu lama buat membesarkan seorang anak manusia? Dibandingkan hewan lainnya, kita–manusia ini–punya masa kanak-kanak yang paling lama. Nggak cuma secara rentang waktu, tapi juga secara ketrampilan hidup. Manusia butuh waktu lebih lama daripada hewan untuk bisa pipis dan pup di tempat yang bener, makan yang bener, ngomong yang bermakna, bisa jalan, lari, bersikap yang baik, dan seterusnya. Seorang orang tua manusia harus mengajari anak-anaknya segala hal karena mereka memang didesain untuk belajar, sedangkan seekor orang tua burung (induk kaleee..) mungkin cuma butuh ngajarin anak-anaknya terbang dan nunjukin ke mana cari makan. Itulah sebabnya kenapa orang tua manusia harus memperhatikan semua tingkah lakunya, bahkan yang sepele sekali pun. Jadi ortu itu nggak gampang, butuh energi super banyak.

Hal itu jadi pertanyaan bagi ilmuwan lainnya, evalutionary biologist (anggap aja ahli biologi): Kok mau-maunya sih orang ngelakuin serentetan kerjaan itu (membesarkan / memelihara anak)? Bayangin kita duduk buat wawancara kerja yang udah lama kita incar. Pasti excited, kan? Tapi gimana kalo kita direkrut buat pekerjaan membesarkan anak tadi?

Ini bener-bener paket lengkap ya bukan cuma besarin badan doang, tapi juga melihara kesehatannya, mendidik perilakunya, membentuk karakternya, dan tentu saja membiayai kebutuhan hidupnya. Inti kontrak kerjanya simpel: Kita memberi. Anak-anak menerimanya, dan tidak akan pernah kita peroleh cek gajinya, justru ‘tagihan’ dan ‘tagihan’ yang kita dapatkan, serta bonus beberapa kejutan manis maupun pahit. Untuk pekerjaan ini, kita mungkin akan menghabiskan lebih dari 2M belum termasuk biaya masuk universitas. Nggak ada cuti sakit atau liburan, tapi ada panggilan malam hari dan akhir minggu. Peringatan: berhasilnya pekerjaan ini mungkin akan membuat kita jadi worrywart seumur hidup. Apa itu worrywart? Orang yang selalu worry (khawatir, was-was, cemas) tentang segala hal (baca: terkait anak-anak). SIMPEL BANGET, kan? Pantes aja banyak banget yang mau pekerjaan ini.. Lihat tuh antrian dokter kandungan kagak pernah sepi. Pasti ada alasan yang sangat menarik! Apa ya kira-kira alasan orang mau pekerjaan ini? Karena simpel tadikah? Simpel mbahmu kuwi.. Coba sini gantiin saya 24 jam aja urusin baby Musa 😛

Ternyata pemirsa.. Menurut buku ini, otak manusia sudah diprogram sama Yang Maha Kuasa untuk survival (bertahan hidup). Keberadaan otak membantu tubuh kita bertahan hidup di suatu masa (kita nggak pernah tahu kapan diri ini punah). Alasan survival tadi sejak zaman purba sama: agar gen kita bisa diteruskan ke generasi berikutnya. Emang iya gitu manusia mau susah payah buat mastiin keberlangsungan hidup gen keluarganya? Buktinya kita hidup sampai sekarang.. generasi di bawah kita juga ada, berarti iya dong. Kalopun ada sebagian manusia yang nggak mau punya keturunan, masih lebih banyak yang mau.

Taking care of a baby is a sophisticated way of taking care of ourselves.. (To be continued)

—–
Begitu ceunah.

Baca lengkapnya di buku berjudul “Brain Rules for Baby”. Ini baru bocoran introduction-nya, tapi saya udah baca beberapa babnya secara acak. Worth to read.

Posted from Ega Dioni Putri’s Facebook

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s