Story of Musa Romas and His Meal


It’s been a week Musa started eating solids. Here is the video of his mealtime taken at the Day 8. Curious, messy, and so eager to chew the foods 🙂

Sudah seminggu kemarin Musa resmi menikmati MPASI. Seperti apa gambaran mealtime-nya? Kurang lebih sama kaya yang ada di video ini.

Rebutan sendok, super cemong, teriak-teriak, gebrak-gebrak meja, kaki diangkat satu kaya di warung.. Aah, forget about table manner lah pokoknya :)) Sebenarnya tiap jenis makanan baru yang dikenalkan selalu ada foto dan videonya, tapi mana sempat, bo, buat bikin kompilasinya.. ini aja bikinnya sambil tiduran nyusuin 😀

Nah, berhubung tahap MPASI ini merupakan dilema banyak orang tua baru, saya mau berbagi sedikit pandangan tentang metode yang beredar di luar sana dan pilihan pribadi kami.

Seperti yang pernah saya ceritakan di tulisan sebelumnya, kami mulai kenalkan makanan padat (solid food) ke Musa sebelum usianya enam bulan, bukan sebagai makanan pendamping ASI, melainkan hanya sekedar lucu-lucuan.. eh.. tes reaksi, ding. Penasaran aja nih anak kenapa kalo lihat orang makan mupeng banget pake kelametan (ini mah semua bayi kayanya 😛 ) dan perkembangannya suka lebih cepet dari yang disebutin di buku-buku. Dikenalinnya juga cuma secuil, sesendok, atau numpang jilat. Yang dicoba hanya sayuran, buah, dan rice cereal, serta setiap kali makan hanya satu jenis bahan. Alhamdulillah, nggak pernah ada yang dilepeh meski kadang keaseman, misalnya buah pir. Studi kekinian menyarankan bayi mulai dikasih makan sejak umur enam bulan karena konon usus bayi yang lebih muda belum menutup sempurna, tapi kebanyakan lembaga sih masih kasih izin minimal empat bulan asal dengan rambu-rambu (bahan yang dibolehkan, porsi yang dibolehkan, dsb.).

Musa 6mos picture: little pumpkin :D

Musa 6mos picture: little pumpkin 😀

Ketika enam bulan ini, Musa baru benar-benar menghadapi piring dengan elemen nutrisi lengkap meliputi sumber karbohidrat seperti nasi (di sini pake istilah “grain”), lauk (sumber protein, lemak), dan sayur (sumber vitamin, mineral tapi juga termasuk golongan karbohidrat) dalam satu waktu makan. Saya pakai pendekatan suka-suka buat MPASI-nya Musa. Nggak ada teori yang saklek diikuti secara penuh. Sebelum praktik, seperti yang saya tulis di blog ini juga, saya udah berencana untuk mengkombinasikan metode spoon-feeding (disuapin, tekstur bubur dulu) dan BLW (baby led weaning alias bayi makan sendiri, langsung lompat ke tekstur asli makanan) meski dalam teori BLW keduanya tidak mungkin.

Sebelum hari-H dimulainya MPASI

Metode BLW meniadakan tahap makanan halus (“stage 1 food” di sini istilahnya) dan memberi kontrol sepenuhnya kepada bayi untuk makan, jadi yang pure BLW nggak ada cerita emaknya nyuapin juga. Aslinya saat itu saya masih galau. Makin baca tentang BLW, makin ada kecenderungan ke sana, ditambah dari dulu (sebelum punya anak) saya amat tertarik melihat bayi-bayi aliran BLW makan sendiri dengan bentuk makanan yang fantastis itu. Kayanya kok seru banget Grinning Squinting Face. Saya juga bergabung dengan grup-grup penganut aliran ini di FB.

Namun, setelah mencoba BLW beberapa kali, agak nggak tega saya lihat Musa “glegek-glegek” nelan makanan yang belum halus dan terkadang keselek karena gigitnya kegedean, padahal dia belum punya gigi. Saya sendiri orangnya cukup ketat dalam hal menganut teori ‘mengunyah harus 20-30 x’ itu. Tanya deh suami saya.. doi sering saya tegur karena makannya terlalu cepat kaya kurang ngunyahnya Face With Tongue. Akhirnya, saya cari-cari lagi pandangan lain tentang BLW karena saya concern utama soal kunyahan ini.

Tidakkah kerja alat pencernaan jadi lebih berat bila makanan belum cukup halus saat turun dari mulut?

Kenapa referensi ilmiah tentang metode ini sangat minim?

Kalo dicari, nama dan tautan yang keluar itu-itu lagi.. dan kenapa pula metode ini di USA tak begitu bergaung?

BLW dari UK asalnya. Di library aja bukunya cuma satu. Saya lebih cari soal BLW karena metode umum yang bubur (puree) dulu sih udah banyak kebayang. Singkat cerita, hanya beberapa hari menjelang Musa usia 6 bulan, saya mantap memilih berada di pertengahan antara mom-feeding (di atas saya sebut “spoon-feeding” alias disuapin) dan baby-feeding (bayi makan sendiri, makanannya bisa ala BLW bisa bubur juga). Entah lah apa nama pendekatannya, tapi ketika saya ceritakan ke pediatrician(dsa.)-nya Musa, dia setuju dengan pilihan saya dan punya pendapat serupa tentang BLW.

Setelah dijalankannya MPASI

Dalam perjalanannya, yang baru delapan hari kemarin, walaupun saat masa percobaan (4-6 bulan) Musa terlihat tertarik pada makanan apa pun, ternyata tetap aja ada makanan yang kurang dia suka dan jadi kelihatan preferensi-nya apa. Musa lebih suka makanan bercita rasa manis ketimbang yang asin-asin. Buah seperti pisang, pir, Kata orang-orang, “Wah, bayi Amerika sih, sukanya yang manis-manis” iya juga kali..haha. Kalo ada yang nggak paham, saya kasih tahu, yes… di Amrik itu banyak makanan yang manisnya lebai, udah gitu seringnya bukan sugar asli juga, melainkan buatan seperti aspartime, corn syrup, fructose, dsb. Anxious Face With Sweat

Eitsss ini maksudnya saya bukan masak MPASI pakai gula, ya. Saya masih strict kalo terkait bahan yang nggak diboleh dikasih ke bayi seperti garam, gula, madu, kacang-kacangan, telur (per 8 bulan), dan susu sapi. Untuk bikin enak makanan, saya ngandalin kaldu aja. Resep kaldu bisa dicari di mana-mana, tapi saya pakai punya bule-bule yang dagingnya direbus dengan sayuran selain bawang-bawangan. Yummy!

Gimana soal metode pertengahan tadi? Well, sebagai hasil eksperimen perpaduan mom-feeding dan baby-feeding, saya berani kasih Musa makanan untuk dipegang dan dimamah sendiri kalo teksturnya cukup aman meski tertelan. Sementara itu, setiap kali nyuapin, saya selalu bebaskan dia untuk pegang sendoknya dan menjamah makanannya. Nggak enak sih abis itu… harus bersihin badannya, ganti bajunya, ngelap kursi dan lantai, plus kucek-kucek bajunya yang kena noda, tapi buat saya jauh lebih penting dia bisa have fun di sesi makannya dengan bereksplorasi.

messy baby eating solid foods

Solid foods Day 7: Messy tofu and green beans soup

Untuk penyajian, saya sepakat dengan pendapat yang menganjurkan makanan dipisah per elemennya sejak awal anak makan, artinya tidak dicampur jadi satu seperti nasi tim. Tujuannya agar anak bisa sekalian mengenal dan menghayati rasa per bahan. Duile menghayati.. Jadiii, saya selalu siapkan makanannya Musa seperti saya ngambil makanan sendiri. Lauk sama sayurnya dipisah dari karbohidrat. Beberapa suapan pertama divariasikan selang-seling ngambilnya (ex: nasi doang, aayur doang, lauk doang), tapi lama-lama ya dicampur kaya kita makan aja (sekali suap ada nasi, lauk, dan sayur di sendok). Sejauh ini Musa baik-baik aja, nggak terus mogok di bagian awal saat bahannya belum dicampur. Emaknya deg-degan sih pasti.. Wkwk

Catatan lain, mengenai tekstur saya termasuk santai.. untuk makanan homemade, kadang kan nggak bisa dihalusin buanget kaya makanan jadi (coba deh bandingkan puree jagung buatan kita VS buatan pabrik), nah itu saya biarin aja. Pokoknya saya keep in mind standarnya Jepang bahwa tekstur untuk bayi 5-6 bulan seperti yogurt consistency. Sempat saya heran kok di pup Musa ada wortel dan biji pisang yang kaya belum tercerna, padahal sudah dihaluskan, ternyata baru ingat serat (fiber) emang nggak bisa sempurna dicerna oleh tubuh, cuma lebih kelihatan di pupnya bayi karena mereka makanannya terbatas. Haha.. so far, pupnya Musa udah beraneka ragam warna, bentuk, dan volumenya. Mulai pakai ngeden juga dia kalo pup.. lucu deh kaya orang dewasa ekspresinya, kadang sambil nungging-nungging dan tutup muka :))

Ohya, sebisa mungkin saya selalu mengkondisikan Musa ketika makan dengan ritual cuci tangan sebelum dan sesudah, pakai bib, dan duduk di high chair. Nggak ada acara main sambil disuapin, kecuali saat dia sakit diare setelah vaksinasi dan susah makannya, jadi saya kasih buah aja selama tiga kali makan. Seringnya baru bisa 2x / hari karena malamnya suka keburu ngantuk. Pagi hari cuma makan buah, lalu siangnya menu lengkap. Namun memang menurut panduan MPASI ala WHO, hingga usia 9 bulan hanya wajib makan dua kali sehari saja. Musa juga belajar minum dari training cup (udah boleh dikasih air putih) sesuai anjuran para pakar. Nanti usia setahun udah nggak boleh dot lagi harusnya karena bisa bikin gigi rusak. Di usia 1,5 tahun menurut penelitian bayi rata-rata sudah bisa minum dari gelas/cangkir tanpa tutup.

Oke lah, langsung aja tonton videonya ya biar kebayang sebagian (kalo tidak semua) yang saya tulis di atas. Gambaran lain bisa dilihat di tulisan-tulisan berikut:

Sekian dulu sharing-nya.. Semangat buat sesama pejuang MPASI! Enjoy your babies since their cuteness won’t be lasting very long 🙂

One thought on “Story of Musa Romas and His Meal

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s