Salah satu perbedaan signifikan yang terasa begitu tinggal di sini adalah kehidupan sosial kami dengan warga negara lain sangat “hidup”. Kalau dihitung sampai saat ini jumlah acara kami, baik yang berdua atau sendiri-sendiri, dengan orang asing lebih banyak daripada dengan orang Indonesia, kebalikan dengan saat di Jepang, terlebih karena saat ini kami juga belum memilih terlibat untuk mengurusi organisasi (yang dulu sedikit banyak bikin sibuk ngadain acara buat orang Indonesia). Faktor budaya dan bahasa mungkin juga berpengaruh. Selain kendala bahasa nyaris tidak ada (sesulit istilah apa pun dalam bahasa Inggris masih bisa dijelaskan dan sengaco apa pun grammar-nya nggak bakal ada yang bingung :D), di sini masyarakatnya lebih terbuka untuk berkenalan dengan orang baru. Mereka suka belajar hal-hal khas tentang negara lain. Kami juga surprised menemui orang-orang Jepang (yang ternyata buanyak) di sini bersikap demikian, gayanya udah lain lah dengan yang biasa kami temui di negerinya dulu 😛

“People who don’t travel cannot have a global view, all they see is what’s in front of them. Those people cannot accept new things because all they know is where they live.” (Martin Yan)

Bagi saya pribadi, pertemuan dengan orang baru selalu menambah kaya hati dan pikiran, bahkan lebih menarik daripada sekedar jalan-jalan menikmati keindahan kota (walaupun kalo diajakin nggak nolak sih.. apalagi gratisan transport-nya *teuteup :P). Makanya, harap maklum kalo saya suka pengen ngambil foto tiap jumpa orang baru, terus biasanya saya gatel nulis cerita mereka di Notes atau diary, dan beberapa masih ngendap di otak. Dari obrolan ke obrolan, saya jadi tahu bahwa banyak orang yang kisah hidupnya epik di sekeliling kita. Menemukan mereka dan mengambil hikmah dari perjalanannya menuju sukses (sampai hidupnya enak dan layak) tak harus selalu jauh-jauh blusukan ke rumah-rumah kumuh, baca buku biografi, nonton film memoar, atau nyimak reality show. Mereka orang-orang biasa yang tak (atau belum) dikenal luas oleh dunia, tapi setidaknya mampu menginspirasi / memotivasi orang-orang disekitarnya. Itulah sebabnya saya lebih senang dengan orang yang terbuka berbagi (dibandingin sama yang cuma basa-basi, ditanya jawabnya sekenanya), artinya dia percayai kita sebagai pendengar yang baik dan amanah, dan saya juga berusaha jadi orang kaya gitu (yang terbuka). Berbaginya juga nggak harus tentang kehidupan pribadi lho, tapi bisa tentang negara kita, keilmuan / pengalaman kita, info yang kita tahu, opini kita terhadap sesuatu, bahkan agama.

Ohya lupa, kan emang hidup di sini atmosfer “Speak up” begitu kental. Kalo mau survive berinteraksi dan menikmati sosialisasi, harus berani ngomong, berani nanya, berani ngomentarin, berani nanggepin, dsb. Yeah, I’m still struggling on that matter though. Stereotip populer yang nempel di otak saya saat sekolah dulu, bahwa orang Amerika terbiasa nanya WHY, sementara orang Asia tipikal yang jarang punya pertanyaan, sedikit demi sedikit udah kelihatan buktinya. Buat calon politisi yang sementara jadi pemerhati budaya dulu cocok kayanya (uhukkk.. *ambil cermin :D).